9 Oktober yang lalu saya numpang Tilong Kabila dari Makasar ke Labuan Bajo. Saya pilih naik kapal dari Makasar supaya hemat. Kalau pesawat, ke Denpasar dulu, baru ke Labuan. Saya juga diberitau bahwa pasti kapal akan tidak penuh sesak, karena termasuk bulan sepi.
Ternyata dugaan saya meleset. Penumpang penuh, walaupun tidak separah pada musim Lebaran. Dan yang membuat saya senang, kira-kira lebih dari separuh penumpang adalah orang Manggarai. Kalau berputar di koridor kapal, bahasa yang dominan adalah Manggarai. Begitu padatkah mobilitas orang Manggarai di jalur ini?
Saya sempat ngobrol dengan beberapa penumpang. Sebagian baru kembali menghadiri wisuda anaknya di beberapa PT di Makasar. Terharu saya melihat wajah ayah yang bangga dengan anaknya yang baru wisuda di akademi perawat atau sekolah tinggi farmasi. Dari mana uang untuk bayar kuliah anak? "Dari kopi, wortel dan cacao".
Ada pula yang baru pulang dari Kalimantan Barat, nama kota tempat anaknya tinggal adalah Berkat (?). Dua anak perempuannya bekerja di kebun kelapa sawit. Satu dapat jodoh orang Manggarai; lainnya menikah dengan orang Dayak. Kedua anaknya ini meminta sang ayah untuk pindah saja ke Kalbar. "Oleh ta, cei ata lami uma sale beo". Suaranya menyiratkan rasa bangga dengan keberhasilan anak-anaknya, tetapi juga rindu kampung yang tidak bisa diganti dengan apa pun.
Di Kapal ini saya juga bertemu dengan pasangan suami istri. Saya tanya, mau kemana Pak. "Oh, saya mau ke Manggarai. Pastinya ke Kampung Rawuk Kolang". Saya tidak percaya telinga saya karena Rawuk adalah kampung ayah saya. Kemana Pak? Dia ulangi lagi. "Rawuk Kolang"..
Ternyata pasangan ini anak dari Bapak Nice Nampung, bekas KNIL dri desa Rawuk. Bapak yang saya temui ini lahir di Ruteng tahun 1952 dan meninggalkan Manggarai tahun 53 - (jadi 60 tahun yang lalu) dan belum pernah ke Manggarai sejak saat itu. "Kenapa pulang, Pak?" "Saya rindu lihat tempat kelahiran dan melihat tanah leluhur. Selain itu, mau mengucap syukur karena baru saja menyelesaikan S3." Dia dosen di fakultas ekonomi Uleohalo... (neka rabo lupa lengkapnya) di Kendari. Dan kami ternyata berasal dari leluhur yang sama.
Itulah kira-kira beberapa wajah migran Manggarai. Pertemuan yang mengesankan, walaupun tidak membuat hati berdebar atau berbunga-bunga seperti kalau bertemu ... ayoh bertemu siapa? Bukan KPK tentunya (kecuali kalau itu singkatan dari Ketemu Perempuan Kesepian. He he he ... tua tua keladi)
Salam dan selamat berakhir minggu
Peter Hagul
Powered by Telkomsel BlackBerry®












0 komentar:
Posting Komentar