Kegiatan Sail Komodo telah dilakukan di Labuan Bajo, ibu kota kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 13-14 September lalu. Kegiatan itu cukup ramai dan meriah karena ada pergelaran budaya dari seluruh kabupaten di NTT, pawai 26 kapal perang, serta atraksi helly water jump oleh para prajurit TNI Angkatan Laut.
Presiden dan Ibu Negara Ani Yudhoyono menyaksikan langsung acara puncak Sail Komodo tersebut. Sejumlah duta besar negara sahabat juga hadir menyaksikannya. Tampak pula mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang hadir sebagai ketua Pembina Yayasan Komodo bersama dengan pendiri sekaligus Presiden Yayasan New 7 Wonders, Bernard Weber. Weber hadir karena pada acara itu dilakukan inaugurasi atau pengukuhan Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia (New 7 Wonders).
Tidak hanya membersihkan sampah, Marsel juga aktif berdiskusi, menerima para pejabat dari Jakarta dan dari provinsi. Dia juga aktif melobi ke berbagai pihak agar kegiatan Sail Komodo benar-benar bermanfaat bagi masyarakat NTT. Keterlibatannya menjadi sangat penting, di tengah lambannya Bupati Mabar, Agustinus Dula, merespons dan mempersiapkan Sail Komodo. Karena itu, setiap kali JK turun ke Labuan Bajo, yang dicari pertama adalah Marsel Agot. Para menteri, yakni Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, dan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, selalu mencari Marsel jika datang ke Labuan Bajo. Direktur World Wildlife Fund (WWF) untuk Indonesia Wawan Ridwan juga menjadikan Marsel sebagai sahabat diskusinya, terutama dalam upaya perlindungan hutan dan alam, khususnya di NTT.
Berikut hasil wawancara dengan Marsel terkait pelaksanaan Sail Komodo dan pariwisata NTT.
Menurut saya, arah pariwisata NTT ke depan harus memiliki payung hukum. Harus ada masterplan secara nasional yang diteruskan ke provinsi dan kabupaten. Di provinsi dan kabupaten harus dibuat peraturan daerah (Perda). Perda memuat desain, arahan, dan target pariwisata. NTT kaya akan laut dan taman laut yang indah. Usahakan pengembangan wisata bahari dan wisata budaya. Pariwisata tentu tidak berdiri sendiri. Sektor-sektor lain harus dikembangkan, misalnya pertanian. Jangan sampai terjadi impor sayuran dan buah-buahan dari luar Labuan Bajo seperti terjadi sekarang. Perternakan harus dimajukan untuk kebutuhan restoran dan warga. Dengan demikian keuntungan pariwisata dialami dan dirasakan warga NTT.
Apa tanggapan terkait pelaksanaan Sail Komodo?
Perayaan puncak Sail Komodo sukses dan meriah. Ada atraksi budaya, pawai kapal perang, dan lain-lain. Perayaan Sail Komodo dihadiri oleh ribuan orang, tetapi kurang dirasakan oleh sebagian besar warga setempat. Banyak warga Mabar menyaksikan perayaan akbar itu dari kejauhan karena ketatnya pengawalan. Jelas rakyat kecewa.
Apa kritik terhadap kegiatan Sail Komodo?
Panitia terlalu sentralistik. Panitia pengarah terdiri dari Menko Kesra Agung Laksono sebagai ketua dan wakil-wakil ketua serta anggota dari pusat. Panitia pelaksana, ketuanya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Syarif Cicip Sutadjo dan wakil-wakil ketua semua dari pusat. Kecuali wakil ketua V adalah Gubernur NTT Frans Lebu Raya. Sekretaris panitia juga dari pusat. Bupati Mabar? Tidak muncul dalam daftar panitia. Padahal tempat pelaksanaan Sail Komodo di wilayah Mabar. Hal ini mungkin menyebabkan sikap pasif pemda setempat, ditambah dana kurang lancar.
Apa implikasi dari kepanitiaan seperti itu?
Dampaknya adalah anggaran untuk Sail Komodo dikeluarkan banyak untuk transportasi panitia pusat ke Labuan Bajo. Pengeluaran itu hanya untuk kontrol persiapan saja. Ada yang menilai, seolah-olah Sail Komodo menjadi wisata para pejabat pusat dan provinsi. Tampak juga kurangnya koordinasi antara pusat-provinsi-daerah. Akibatnya, muncul berbagai masalah, misalnya akomodasi menjadi tumpang tindih. Masalah lainnya adalah dalam kepanitiaan hanya birokrasi, sementara swasta, pelaku pariwisata tidak dilibatkan. Ini kan bukan hajatan kaum birokrasi.
Apa keterlibatan Pastor Marsel dalam kegiatan Sail Komodo?
Meski saya bukan birokrat dan tidak masuk panitia, tetapi karena merasa memiliki NTT, Flores, dan Manggarai, maka saya dan teman-teman tidak tinggal diam. Memang kami bantu sesuai kemampuan. Kami senang Labuan Bajo senang dihuni dan dikunjungi wisatawan. Kami bekerja keras menyukseskan penghijauan, menanam kayu di tempat gersang dan sumber-sumber mata air, tempat wisata. Kami menjalin kerja sama dengan Pertamina untuk membudidayakan kayu-kayu lokal yang bermutu. Hutan kota, kami support dengan anakan kayu lokal, seperti Munting, Ajang, Sau, Nara, Aseng, Rumung, dan sebagainya. Di kota Labuan Bajo, sudah ditanam dan akan diteruskan penanaman kayu Munting. Kayu ini keras dan punya bunga indah. Munting sebagai pembeda Labuan Bajo dari kota-kota lainnya di Indonesia. Bibit gratis selalu disiapkan, tapi kalau mati dibayar.
Kegiatan lainnya apa?
Kami juga bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sejak akhir tahun 2012, kami mendampingi tim dari kementerian yang melaksanakan penelitian seputar batik di Mabar. Membatik di Mabar tentu berbeda dengan cara membatik di Solo atau Jawa umumnya. Membatik di Mabar tetap mempertahankan motif Manggarai. Sejak Januari 2013, ada pelatihan di Mabar. Lokasinya di Labuan Bajo dan Lembor dengan peserta lebih dari 100 orang. Para ahli/pendamping didatangkan oleh kementerian. Pelatihan sudah dijalankan dua kali (Januari dan Juli). Hasilnya memuaskan, yaitu karya mereka dipromosikan saat perayaan puncak Sail Komodo di rumah pintar pimpinan Ibu Ani Yudhoyono.
Katanya juga ikut membersihkan sampah. Bisa diceritakan?
Untuk memerangi sampah, kami menjalin kerja sama dengan pelaku pariwisata seperti Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita), Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) dan Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI). Tentu kami mendukung kegiatan pemerintah untuk membersihkan Kota Labuan Bajo. Kami bahu-membahu dengan Yayasan Komodo menjadikan wilayah Labuan Bajo dan sekitarnya bersih.
Tidak bisa dimungkiri bahwa Sail Komodo membawa dampak bagi perkembangan pariwisata dan ekonomi NTT, Mabar khususnya. Perluasan terminal dan landasan bandara Komodo di Labuan Bajo sangat mempengaruhi arus wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Kehadiran wisatawan tentu membawa efek bagi perkembangan ekonomi bukan hanya untuk Mabar tapi NTT secara keseluruhan. Para pelaku pariwisata, seperti Asita, PHRI, dan HPI, mesti cerdas mengemas paket wisata yang bisa membuat turis melirik pariwisata NTT. Pemerintah daerah perlu memanfaatkan infrastruktur yang sudah dibangun untuk mendukung promosi dan penjualan paket-paket wisata di NTT. Event besar Sail Komodo harus bisa mengubah wajah NTT dari sebuah provinsi termiskin di Indonesia untuk bangkit dan mengejar ketertinggalannya.
Powered by Telkomsel BlackBerry®













0 komentar:
Posting Komentar