Anak-anak berlari di jalanan kayu menuju sekolah mereka, SD YPPK Hati Kudus, Pirimapun, Distrik Safan, Kabupaten Asmat, Papua, pertengahan Agustus lalu. Mereka tak beralas kaki dan berseragam kucel. Anak- anak itu sebagian besar tidak membawa buku dan alat tulis.
Sekolah itu hanya memiliki tiga ruangan dan tiga guru. Pagi itu, Maria Magdalena Fallo, guru kelas I dan II, mengajar pengenalan huruf. Saking susahnya alat tulis, untuk menulis huruf di buku, mereka harus bergantian menggunakan alat tulis.
Sebagian besar warga Asmat berpenghidupan dari berburu di hutan. Mereka sering kali mengajak anak-anak mereka ke hutan. Padahal, dibutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk sekali perburuan. Praktis, selama itu pula anak-anak itu bolos sekolah.
Ujian nasional? Ah, sekali- sekali silakan ”studi banding” ke Asmat, ibu-ibu dan bapak-bapak..

















0 komentar:
Posting Komentar