Wilfrida Soik (22), tenaga kerja Indonesia asal Belu, Nusa Tenggara Timur, bisa lolos dari hukuman mati di Malaysia jika usianya terbukti di bawah 18 tahun saat terjadi peristiwa yang didakwakan. Pemeriksaan tulang dan uji psikologis harus segera dilakukan.
Dalam sidang Senin siang, pengadilan ditunda hingga Minggu 17 oktober 2013 agar dilakukan lebih dulu pemeriksaan tulang tangan Wilfrida di rumah sakit Universitas Sains Malaysia dan uji psikologis oleh ahli yang disepakati bersama antara jaksa dan tim pembela Wilfrida. Sebelumnya, Wilfrifa didakwa membunuh orangtua majikannya, Yeap Seok Pen (60).
Untuk membuktikan usia Wilfrida masih di bawah umur, keluarga sudah membawa saksi dari Komite Justice and Peace Keuskupan Atambua, Pastor Gregorius, yang membawa surat baptis dan catatan kelahiran Wilfrida. Namun, karena sidang ditunda, Pastor Gregorius tak jadi bersaksi.
1.000 lilin
Menyikapi persidangan, masyarakat NTT lewat gerakan 1.000 lilin mendoakan Wilfrida agar bebas dari hukuman mati. Dosen Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, Urbanus Hurek, mengatakan, gerakan 1.000 lilin serentak di Kota Kupang dan Atambua yang melibatkan 5.000 warga.
Sementara itu, di Jakarta Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menepis tudingan pemerintah tidak peduli kepada Wilfrida. ”Siapa bilang tidak peduli? Kedutaan RI sangat peduli meskipun ada batas-batasnya,” katanya sebagaimana ditulis kompas.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia/Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Budi Razak menambahkan, pemerintah mendatangkan saksi meringankan untuk Wilfrida













0 komentar:
Posting Komentar