Peran Negara Makin Tak Terasa


Tantangan Kepolisian Negara RI akan semakin berat. Saat ini, warga kian tidak puas dengan kinerja pemerintah dalam memberikan rasa aman. Di sisi lain, polisi yang seharusnya menjadi pengayom warga, belakangan ini, juga diliputi suasana teror. Sementara itu, suhu politik menjelang pemilu akan semakin eskalatif.
Kian tingginya ketidakpuasan warga atas kinerja pemerintah dalam memberi rasa aman itu terlihat pada jajak pendapat Kompas yang dilakukan secara periodik setiap tiga bulan sejak Januari 2005 hingga Juli 2013.

Periode Januari 2005 sampai Juli 2008 (45 bulan atau 15 triwulan), ketidakpuasan warga yang melampaui 50 persen terjadi pada enam triwulan. Sementara itu, pada periode Januari 2010 hingga Juli 2013, tingkat ketidakpuasan warga yang melebihi 50 persen terjadi pada 12 triwulan dari total 15 triwulan.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta yang mengoordinasikan 21.000 outlet di seluruh Indonesia merasakan langsung fenomena tersebut. Beberapa pengusaha yang tergabung dalam Aprindo bukan hanya merasa tidak puas, bahkan sudah tidak mempunyai harapan lagi dengan aparat keamanan.
”Dulu, pada zaman Soeharto, lihat orang rusuh itu aneh. Sekarang itu sudah dianggap hal biasa. Polisi ditembak setiap hari juga sudah dianggap biasa. Mereka seperti kebal, tetapi sesungguhnya apatis karena merasa tidak punya jalan keluar. Ini berbahaya,” ujar Tutum, Minggu (22/9).
Ketika banyak minimarket menjadi sasaran perampok, polisi tidak melindungi, tetapi malah meminta pengusaha menambah petugas keamanan atau memasang alarm pengaman. Sejumlah pemerintah daerah bahkan melarang minimarket buka 24 jam.
”Negara seakan sudah kehilangan fungsi sebagai pengayom kalau semua harus dijalankan oleh kita,” kata Tutum.
Pada kasus lain, masyarakat kecewa atas perilaku polisi yang tidak selalu bersungguh-sungguh menangani setiap kasus yang dialami warga. Hal itu seperti dialami Pipit (21), warga Lenteng Agung, Jakarta. Ketika itu, ia melaporkan kasus penipuan yang dialaminya ke Polda Metro Jaya.
”Katanya, warga Jakarta diminta lapor ke polisi kalau melihat atau menjadi korban kejahatan. Waktu saya lapor karena ditipu Rp 4,5 juta, eh... polisi yang menerima laporan malah menertawakan. Dua polisi yang bertugas sambil tertawa-tawa bilang kalau jumlahnya kecil begitu, mending di polsek saja laporannya,” ujarnya.
Kondisi ini yang pada akhirnya mendorong warga memakai cara masing-masing untuk menyelesaikan masalah yang dialami. Kasus penyekapan dan penganiayaan di Jakarta Barat, beberapa waktu terakhir, yang melibatkan perusahaan penyedia jasa keamanan dan oknum TNI, menurut sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robert, mengindikasikan bahwa masyarakat kurang percaya kepada penegak hukum.
Sosiolog Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, khawatir kondisi ini akhirnya bisa menyebabkan ketakutan massal. ”Warga merasa polisi tidak bisa melindungi dengan cepat, sementara preman bisa menganiaya secara cepat,” ujar Paulus.
Apabila hubungan masyarakat dengan polisi semakin tidak harmonis, menurut pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, bukan tidak mungkin aksi kekerasan pun bisa merembet.
”Ini harus dicegah dengan melihat kembali sistem keamanan nasional Indonesia,” katanya.
Pemerintah perlu segera mengembalikan rasa aman masyarakat supaya ketakutan massal hilang. Untuk melakukannya, polisi perlu melakukan upaya yang luar biasa. ”Upaya extraordinary harus dilakukan karena situasi saat ini terbentuk karena polisi tak pernah membuat terobosan dalam penanganan preman,” kata Paulus.
Polisi tidak akan gentar
Menghadapi situasi ini, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar menegaskan bahwa fenomena penembakan terhadap aparat kepolisian merupakan bagian dari perlawanan kelompok kejahatan terorganisasi yang tidak senang dengan penegakan hukum yang dilakukan Polri.
Aparat Polri pun tidak akan gentar menghadapi ancaman kelompok kejahatan terorganisasi tersebut. Oleh karena itu, keamanan masyarakat juga tidak boleh terganggu.
”Fenomena penembakan terhadap Polri tidak serta-merta dapat dipersepsikan sebagai ancaman terhadap masyarakat. Ancaman itu datang ke institusi Polri,” kata Boy.
Penembakan terhadap tiga anggota polisi hingga tewas, lanjut Boy, diduga dilakukan jaringan teroris. Sementara itu, penembakan terhadap Bripka Sukardi di depan Gedung KPK, Jakarta Selatan, memiliki pola yang berbeda.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman pernah menjelaskan, peluru yang ditembakkan ke Bripka Sukardi merupakan peluru kaliber 45 milimeter.
Adapun peluru yang ditembakkan ke tiga polisi sebelumnya adalah peluru kaliber 11 milimeter. Cara eksekusi pun berbeda. Bripka Sukardi ditembak empat kali, sedangkan tiga polisi yang lain ditembak satu kali.Saat ini, aparat kepolisian bekerja keras untuk mengungkap semua peristiwa penembakan tersebut.
Boy pun mengakui, situasi politik menjelang Pemilu 2014 juga memberikan tingkat kerawanan dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat.
Informasi yang dihimpun Kompas, polisi pun sesungguhnya terpengaruh oleh suasana teror itu. Setelah kasus penembakan beruntun itu, aparat kepolisian cenderung lebih waspada melindungi dirinya.
Seorang perwira tinggi polisi bercerita, saat bersepeda santai pun, seorang perwira tinggi bahkan ada yang menugaskan anak buahnya yang tidak berpakaian dinas untuk mengawasi situasi dari belakang. Padahal, seorang anggota kepolisian selalu diingatkan untuk siap berhadapan dengan maut.
”Kaki kanan di kuburan (mati ditembak penjahat), kaki kiri di penjara (kalau salah bertindak menegakkan hukum),” ujar sang perwira tinggi itu. Dia berharap semua jajaran kepolisian tidak gentar dan justru menunjukkan sikap kepahlawanan untuk memberi ketenangan kepada warga.
Kriminolog Universitas Indonesia, Yogo Tri Hendiarto, mengingatkan pentingnya keterlibatan masyarakat. Hal ini karena aparat keamanan memiliki beragam keterbatasan sehingga tak bisa sendirian menangani semua tindak kejahatan. Warga harus berperan menjaga keamanan.
”Upaya preventif harus dilakukan oleh warga karena ongkos sosial untuk menangani kejahatan yang sudah terjadi itu sangat besar,” kata Yogo. (FER/NDY/K02/SUT/MAM)

1 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More