Keindahan candi ternyata tidak hanya ditemukan di darat tapi
juga dibawah laut. Disekitar candi tumbuh terumbuh karang dan ikan ikan kecil
berenang di setiap sisi candi seolah sedang menari menyambut para penyelam yang
menkmati keindahan bawah laut. Selain candi ada juga tugu terumbu karang,
sepeda dan berbagai bentuk simbol kekayaan budaya Bali. Pemandangan bawah laut
yang berbeda ini hanya bisa ditemukan di taman laut desa Pemuteran, kabupaten
Buleleng, Bali
Keindahan taman laut desa pemuteran sebelumnya hancur
berantakan. Nyaris tak satupun terumbu karang yang hidup. Kondisi ini
disebabkan selama berpuluh tahun penduduk setempat yang mayoritas nelayan
acapkali mengunakan bahan peledak. I Gusti Agung Prana
seorang pemandu wisata memoles taman laut desa ini menjadi lebih indah. Taman
laut yang sebelumnya hancur lebur kini berubah menjadi surga bawah laut dan
menarik perhatian dunia.
Usaha gila agung dalam mengembangkan Desa Pemuteran bermula
saat ia memutuskan untuk membangun
sebuah penginapan kecil untuk wisatawan lebih dari 20 tahun lalu. Saat itu
pariwisata Bali belum semarak seperti saat ini. “Tak seorang pun yang mau
datang ke tempat terpencil di Utara ini, jauh dari gemerlapnya dunia pariwisata
Bali di Kuta, Sanur dan Ubud” kisah Agung. Namun, Agung mengaku aksi nekat itu
dipicu oleh adanya semacam panggilan spiritual untuk mengelola wilayah
Pemuteran.
Awalnya tidak mudah bagi Agung untuk dapat diterima oleh
penduduk Desa Pemuteran. Mayoritas penduduk Pemuteran saat itu berprofesi
sebagai nelayan dan menangkap ikan dengan mengunakan bahan-bahan peledak yang
merusak ekosistem terumbu karang. Padahal wilayah Teluk Pemuteran sebetulnya
memiliki ekosistem terumbu karang perairan dangkal terluas di seluruh Bali.
Minimnya pengetahuan penduduk pemuteran mengakibatkan ekosistem terumbu karang
hancur lebur, tangkapan ikan terus menurun dan masyarakat desa Pemuteran di
masa itu hidupnya dililit kemiskinan.
Dengan pendekatan berbasis budaya dan komunitas berlahan
Agung mulai diterima oleh penduduk Pemuteran. Agung mendirikan Yayasan dan
berlahan melakukan edukasi kepada
penduduk desa untuk mengubah teknik penangkapan ikan yang mereka lakukan agar
tak lagi merusak ekosistem bawah laut. Sosok Agung kemudian menjadi disegani di
desa Pemuteran
Rehabilitasi terumbu karang
dengan Bio Rock
Yayasan Karang Lestari yang
didirikan Agung ini bertujuan melestarikan dan merehabilitasi terumbu karang
yang terlanjur rusak. Ide dan usaha Agung ini rupanya juga menarik minat dua
orang peneliti kelautan. Thomas J. Goreau asal AS dan Wolf Hibertz asal Jerman
dari Global Coral Reef Alliance tertarik membantu Agung merehabilitasi
ekosistem teluk. Adalah Yos Amerta, Ketua Gabungan Pengusaha Wisata Bahari
(Gahawisri) Bali yang mempertemukan kedua pihak tersebut untuk bekerjasama.
Selanjutnya, mereka mulai
melakukan rehabilitasi terumbu karang dengan teknik baru bernama Bio Rock.
Teknik ini merangsang dan mempercepat terumbu karang yang masih bayi dengan
cara mengalirkan listrik bertegangan rendah pada kerangka rumpon yang diletakkan
di dasar laut. Tom dan Wolf, demikian kedua peneliti itu akrab disapa, membuat
percobaan dengan menenggelamkan rumpon ke dasar laut sedalam 12 meter. Lalu,
ribuan bibit terumbu karang diikatkan pada rumpon menggunakan kawat dan rumpon
dialiri listrik berkekuatan rendah, 12 hingga 20 volt.
Aliran listrik yang mengalir
ke seluruh permukaan rumpon berfungsi sebagai stimulus bagi berkumpulnya
kalsium karbonat dan air laut yang mengandung magnesium hydroxide pada rumpon
besi. Secara perlahan, terbentuklah pondasi terumbu karang berupa kerak putih
yang berpadu dengan bibit terumbu karang yang diikat tadi.
Hasil percobaan ini sungguh
mencengangkan. Dalam sebulan, pondasi terumbu sudah terbentuk. Bibit terumbu
karang yang dicangkokkan juga mulai memperlihatkan pertumbuhan karang baru.
Dengan adanya aliran listrik, pertumbuhan terumbu karang terbukti mampu
dipercepat hingga enam kali dibandingkan jika terumbu dibiarkan tumbuh secara
alami.
Teknik yang disebut juga
sebagai elektrolisa akresi mineral ini menurut Agung sudah pernah diterapkan di
beberapa tempat di luar negeri seperti Thailand, Maladewa dan Amerika Serikat.
Namun, Agung mengatakan hasil pertumbuhannya tak sebagus di Pemuteran. “Hal ini
disebabkan warga lokal di tempat lain tidak turut berpartisipasi melakukan
rehabilitasi tersebut,” Agung menyimpulkan.
Keberhasilan ini membawa
Desa Pemuteran memperoleh penghargaan The Equator Prize dan UNDP Special award
dari United Nations Development Programme. Desa Pemuteran berhasil menjadi
salah satu dari 10 penerima penghargaan yang menyisihkan 812 nominasi dari 113
negara. Sebuah prestasi yang layak dibanggakan. Di negeri sendiri, Desa
Pemuteran pernah menjadi penerima penghargaan lingkungan Kalpataru tahun 2005
silam. Usaha dan keyakinan Agung selama puluhan tahun akhirnya berbuah hasil.
Kini Desa Pemuteran menjadi ikon pembangunan pariwisata berkelanjutan yang
patut ditiru tak hanya di Bali, tapi juga di Indonesia
“Apa yang kami dapatkan saat ini melalui proses panjang dan
tidak mudah. Saya tak hanya berhadapan dengan kondisi teluk yang rusak parah,
tetapi juga berupaya mendidik masyarakat desa agar sadar lingkungan dan pada
akhirnya memecahkan persoalan kemiskinan,” tutur Agung sebagaimana dikutip
koran local bali
Upaya Agung itu tentu tak mungkin
terjadi tanpa dukungan masyarakat serta segenap perangkat Desa Pemuteran. Untuk
mengawasi dan menjaga kondisi terumbu karang di perairan Teluk Pemuteran, saat
ini Desa Pemuteran membentuk Pecalang Segara atau Pengawas laut yang anggotanya
tak lain adalah masyarakat setempat. Dalam mengelola penginapan dan pariwisata,
Desa Pemuteran juga sepenuhnya melibatkan masyarakat setempat. Sebagian besar
karyawan yang bekerja di resor milik Agung adalah penduduk Desa Pemuteran.
Beberapa dari mereka dibiayai Agung bersekolah pariwisata dan ilmunya
dibagi-bagi sepulang mereka menyelesaikan studi.
Harmonisasi antara alam dan manusia yang
menjadi bagian dari alam membuat Desa Pemuteran menjadi ikon pembangunan
pariwisata berkelanjutan yang patut ditiru. Apa yang kita ambil dari alam harus kita kembalikan lagi ke alam agar
terus dapat diambil manfaatnya. Seperti nama Desa Pemuteran sendiri yang
mempunyai makna kembali.













0 komentar:
Posting Komentar