Hachi, nama seekor anjing yang kutemui saat berkunjung ke desa Telok, kecamatan Katingan Tengah, kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Umurnya baru setahun. Ia sejenis anjing berkaki pendek, berbadan panjang, dan memiliki bulu alis di atas matanya. Hachi sangat unik, berbeda dengan kebanyakan anjing yang pernah aku temui. Salah satu keunikan yang kurasakan pada Hachi adalah sorot matanya. Sorot mata Hachi terasa seperti tatapan mata seorang bapak tua yang bijak dan penuh kasih.
Hachi tak suka difoto. Entah kenapa. Saat kutatap matanya dan kuajak bicara, Hachi membalasnya dengan sorot mata bapak tua yang siap mendengarkan. Tapi segera ia memalingkan muka atau membalikkan badannya begitu aku hendak memotretnya. Berulangkali seperti itu. Sulit sekali mendapatkan potret wajah Hachi. Bahkan pemiliknya sendiri tak berhasil memotretnya. Ia selalu memalingkan muka atau membalikkan badan begitu ia melihat kamera. Foto Hachi kudapatkan dari seorang wartawan, yang berhasil memotretnya dari kejauhan. Dengan cara itu Hachi rupanya tak menyadari kalau dirinya tengah dipotret. Anjing kecil yang duduk bersama Hachi namanya Chiko, salah satu keponakan Hachi.
![]() |
| Pastor Domi Kefie, SVD. Samping Pastoran Paroki Telok, Kab. Katingan-Kalteng |
Nama Hachi diambil pemiliknya dari nama anjing legendaris asal Jepang, Hachiko. Hachi diadopsi Pastor Domi Kefie, SVD seorang imam Katolik yang bertugas di Paroki Telok desa Telok, dari salah satu teman yang tinggal di Palangkaraya. Pastor Domin memberi nama anjingnya Hachi karena karakter Hachi mirip dengan Hachiko. Seperti Hachiko, Hachi setia, cerdas, dan penyayang. Pastor Domin berkisah tentang awal mula ia memanggil anjingnya dengan nama Hachi. Suatu kali ia mengambil anjing kecil itu dari Palangkaraya untuk dibawa ke Telok. Dalam mobil yang membawa mereka ke Telok, anjing kecil itu duduk di jok belakang.
Di tengah perjalanan Pastor Domin menghentikan mobil di depan sebuah kios untuk membeli sesuatu. Ia melihat anjing itu tertidur dan ada kotoran di sebelahnya. Rupanya dalam perjalanan anjing kecil itu buang kotoran. Saat kembali ke mobil, ia melihat anjing kecil yang duduk di belakang itu telah memakan kotorannya sendiri sampai habis. Ia tahu, anjing itu melakukannya bukan karena lapar, tetapi ia tidak ingin mengotori mobil tuannya yang belum ia kenal. Pastor itu kemudian mengeluarkannya dari mobil karena ia melihat anjing itu seperti mau muntah. Anjing kecil itu kemudian memuntahkan semua kotoran yang ia makan. Saat itu juga sang pastor merasakan betapa anjing kecil itu punya perasaan dan pengertian seperti manusia. Karena tidak ingin mengotori mobil tuannya, ia rela memakan kotorannya sendiri.
Menyadari hal itu, Pastor Domin menangis. Ia merasakan kasih dan pengertian yang sangat besar dari anjing kecil itu. Ia kemudian membeli air kemasan dan mengguyurkannya ke seluruh tubuh anjing itu agar dengan itu ia merasa segar kembali. Pastor Domin memperlakukan anjing kecil itu seperti anak kecil. Sejak itu, ia menamakan anjing kecilnya Hachi karena mengingatkannya pada Hachiko.
Pernah suatu kali Hachi merusak sepatu dan menggigit kabel rol sampai putus. Karena kesal Pastor Domin memukul Hachi. Namun seketika itu juga ia menyesal telah memukulnya. Sebab respon Hachi saat dipukul benar-benar seperti manusia kecil tak berdaya. Saat itu ia merasakan, posisi tubuh dan sorot mata Hachi seperti mengatakan, “Ampun .....ampun .....ampun, jangan pukul saya, saya tidak akan mengulanginya”. Seketika itu juga sang pastor menangis dan meminta maaf pada Hachi.
Hachi selalu tahu kapan saja Pastor Domin hendak pergi jauh dan lama meninggalkannya. Kapan saja sang pastor hendak pergi lama meninggalkan Hachi, malam harinya Hachi selalu tidur di depan pintu kamar tuannya. Pagi harinya Hachi akan mengantar dan mengikuti tuannya sampai sang tuan memerintahkannya untuk kembali ke rumah. Saat tuannya tiba di rumah dari bepergian lama, Hachi menyambutnya dengan raungan panjang. Ada semacam luapan kerinduan Hachi pada tuannya. Hachi mengerti apapun yang dikatakan tuannya. Bahkan ia tahu saat tuannya akan menghadapi bahaya. Karenanya Pastor itu sangat mempercayai Hachi. Bila Hachi memberi peringatan akan adanya sesuatu yang membahayakan, Pastor itu mengurungkan niatnya untuk pergi. Maklumlah, tinggal di pedalaman dan bertugas di pedalaman lebih banyak resikonya daripada tinggal dan bertugas di kota. Seperti tuannya, setiap pagi dan setiap hari minggu Hachi pergi ke gereja. Selama di gereja Hachi duduk tenang di samping kaki tuannya sampai ibadah gereja selesai.
Hal istimewa lain yang kutemukan pada Hachi adalah kesukaannya pada sayur dan buah. Hachi adalah anjing yang punya kecondongan untuk menjadi vegetarian. Ia tidak suka makan daging. Ia lebih suka makan sayur dan buah-buahan. Aku hampir tidak percaya bahwa Hachi suka makan buah dan sayur. Padahal pemiliknya bukanlah vegetarian. Saat kuberikan duku dan rambutan, ia memakannya dengan lahap.
Hal paling istimewa yang aku tahu tentang Hachi adalah kemampuannya mengajarkan untuk berbagi. Ini terjadi saat tuannya memimpin ibadah untuk mendoakan para arwah. Ibadah dilakukan di pemakaman setempat. Pada saat itu ada seorang ibu yang membawa kue dan meletakkan kue itu di makam adiknya, sebagai tanda kasih kakak pada adik yang telah meninggal. Pada saat ibadah berlangsung, semua orang terpana dengan apa yang dilakukan Hachi. Hachi mengambil satu persatu kue yang diletakkan ibu di makam adiknya dan meletakkan kue-kue itu di makam-makam yang lain. Mondar-mandir Hachi membagi kue dari satu makam ke makam yang lain hingga tersisa satu kue di makam adik ibu tersebut. Anehnya, Hachi tidak mengambil sepotong pun kue untuk dirinya. Kue itu habis ia bagi-bagi ke makam-makam yang ada di sana. Semua makam mendapatkan satu kue. Semua orang yang hadir di pemakaman merasakan kasih Hachi yang begitu besar. Meskipun Hachi seekor anjing, namun ia memiliki kemampuan mengajarkan pada manusia untuk berbagi. (Sri Palupi)













0 komentar:
Posting Komentar